Sang Hyang Bayu adalah dewa angin. Dia putera Betara Guru dan berkuasa mengenyahkan seisi alam ini dengan anginnya. Tanda dewa berjiwa bayu (Angin) ialah berkain poleng (kotak-kotak) dan berkuku pancanaka pada ibu jari. Sang Hyang Bayu mempunyai saudara-saudara tunggal-bayu, sama-sama berkekuatan angin yakni: 1. Sang Hanuman, 2. Wrekodara(Bratasena), 3. Wil Jajahwreka, 4. Begawan Maenaka, dan 5. Liman Satubanda, juga bernama Gajah Sena. Kalau berjalan, kelima saudara ini selalu diikuti angin puyuh dan jalan mereka cepat sekali
Didalam lakon Begawan Palasara Krama(kawin), Sang Hyang Bayu datang sebagai pemisah perselisihan paham antara Palasara dan Sentanu dalam memperebutkan kemuliaan dengan keputusan bahwa Sentanu memilih kemuliaan di Marcapada (dunia), dan Palasara memilih kemuliaan di Kahyangan (akhirat). Selain didalam lakon ini, Sang Hyang Bayu juga kerap kali datang di Marcapada sebagai pemisah, apabila terjadi perselisihan paham.
Ketika perang Baratayuda semakin mendekat, para dewa turun ke negara Astina untuk memisahkan Pendawa dan Korawa yang bersengketa. Betara bayu pun ikut turun namun segala daya upaya para dewa tidak berhasil dan perang akhirnya pecah juga.
Di dalam pewayangan, pada perang penghabisan yang lazim disebut perang sampak, Wrekodara (Bratasena) umumnya menyebabkan musuhnya mati. Setiap kali musuh mati, menarilah Wrekodara dan tarinya itu disebut tari tayungan. Tetapi kalau musuhnya orang Korawa, musuhnya itu tidak mati sebab orang-orang Korawa hanya akan mati kelak didalam perang Baratayuda. Sebelum ada Wrekodara, perang yang penghabisan ini disudahi oleh Sang Hyang Bayu.
Sang Hyang Bayu bermata telengan, berhidung dempak, berkuku pancanata, bermahkota, berjamang tiga susun, berkain poleng, menandakan dewa ini berkesaktian angin.
Didalam lakon Begawan Palasara Krama(kawin), Sang Hyang Bayu datang sebagai pemisah perselisihan paham antara Palasara dan Sentanu dalam memperebutkan kemuliaan dengan keputusan bahwa Sentanu memilih kemuliaan di Marcapada (dunia), dan Palasara memilih kemuliaan di Kahyangan (akhirat). Selain didalam lakon ini, Sang Hyang Bayu juga kerap kali datang di Marcapada sebagai pemisah, apabila terjadi perselisihan paham.
Ketika perang Baratayuda semakin mendekat, para dewa turun ke negara Astina untuk memisahkan Pendawa dan Korawa yang bersengketa. Betara bayu pun ikut turun namun segala daya upaya para dewa tidak berhasil dan perang akhirnya pecah juga.
Di dalam pewayangan, pada perang penghabisan yang lazim disebut perang sampak, Wrekodara (Bratasena) umumnya menyebabkan musuhnya mati. Setiap kali musuh mati, menarilah Wrekodara dan tarinya itu disebut tari tayungan. Tetapi kalau musuhnya orang Korawa, musuhnya itu tidak mati sebab orang-orang Korawa hanya akan mati kelak didalam perang Baratayuda. Sebelum ada Wrekodara, perang yang penghabisan ini disudahi oleh Sang Hyang Bayu.
Sang Hyang Bayu bermata telengan, berhidung dempak, berkuku pancanata, bermahkota, berjamang tiga susun, berkain poleng, menandakan dewa ini berkesaktian angin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar